Sabtu itu, sepuluh hari yang lalu, jalan jalan di Prabumulih masih tampak ramai, maklum saja, masih suasana lebaran. Selama masih dalam bulan Syawal, Prabumulih masih tetap lebaran. Sampai sampai keponakan saya yang masih kecil minta dibelikan beberapa baju baru. Ada yang sampai tujuh baju baru. “ Untuk lebaran hari pertama, kedua, ketiga dan seterusnya…” katanya. Ah..saya senyum sendiri mendengarnya. Mungkin saya juga dulu begitu?. Entahlah, yang saya ingat adalah sepeda baru yang dihadiahkan ibu sebagai “BONUS” karena puasa penuh satu bulan. Bagi saya yang telah melewati banyak Idul Fitri di Jogja, Prabumulih tetap saja menjadi kota yang saya rindukan. Suasana lebaran yang berbeda adalah salah satu biangnya. Lain padang lain belalang…kalau di Jogja, selepas shalat Ied, silaturahim cukup dengan menggelar syawalan di masjid, lalu pulang. Copot copot baju, dan siap siap tidur, balas dendam karena jarang tidur selama Ramadhan, hehe. Tapi di Prabumulih, tradisi berkunjung ke rumah kerabat, tetangga dan sahabat masih belum tergantikan dengan hanya halal bi halal di lapangan sepulang Shalai Ied, atau menggelar syawalan di tiap RT di masjid masjid. Tradisi ini lebih dikenal dengan sebutan sanjo (entah dari asal kata apa? dalam bahasa Jawa biasa disebut ujung). Walaupun lebaran sudah berlalu, tapi masih menyisakan ke meriahnya. Kue dan penganan khaspun masih belum beranjak dari meja ruang tamu setiap rumah, siap menemani obrolan mesra orang orang yang jarang bertemu di hari selain hari raya ini. Anak anak dengan baju baru, berlari ke sana kemari dengan membawa dompet atau tas kecil yang memang disiapkan untuk menyimpan uang pemberian. Namanya juga anak anak, tidak bisa pegang uang sedikit, maunya dibelanjakan saja. Takut kalau kalau nanti uangnya tak laku, mungkin. Nah yang untung adalah pedagang mainan. Kesempatan baik mengeruk keuntungan sebanyak banyaknya dengan memanfaatkan momen dan memonopoli pasar. Kebanyakan pedagang bukanlah mereka yang benar benar berprofesi sebagai pedagang mainan. Mereka adalah pedagang mainan dadakan. Mereka menggelar lapak di sepanjang emperan toko. Mainan paling populer setiap lebaran adalah pistol dan senapan yang menyerupai bentuk aslinya dengan peluru bulat kecil yang siap melesat mengenai sasaran. Lihat saja, sepanjang jalan, di setiap rumah, anak-anak sibuk dengan piranti berperang mereka. Sampai sampai saya ketakutan sendiri, takut terkena peluru nyasar. Lumayan perih juga, apalagi kalau kena mata. Duh.. tak terbayang bagaimana sakitnya. Meskipun permainan ini berbahaya, terbukti dari anak tetangga saya yang matanya terkena peluru dan harus dilarikan ke rumah sakit, namun permainan ini tetap diminati. Sanjo, penganan, pistol pistolan …sebuah kekhasan lebaran di Prabumulih.
|