Sahabatku... Di ujung sana kau manjawab sapaku, dengan lirih.. Kau layu dalam kesedihanmu..tenggelam dalam isak tangis dan sedanmu.. "Ada apa?" tanyaku. "Bencana lagi" katamu. dan kali ini kotamu, kota kecil di mana kamu dan keluargamu tinggal. Longsor itu menimbun anggota keluargamu, bapak, ibu, dan adikmu. Aku tak mampu berbuat banyak, hanya mendengarkan ceritamu yang dijejali tangis. Sesekali aku mengusap ujung mataku, menyusut air yang mulai menggenang. Aku juga merasakan apa yang kau rasa saat ini, sahabatku... Kau sudahi pembicaraan kita masih dengan sedu sedanmu.
Menerawang pandang mataku. Menatap layar TV, memberitakan kejadian yang baru saja kau ceritakan.
Tuhan.. Aku tau' ini bukan murkamu... Karna aku tau' Engkau maha pengasih dan maha Penyayang ya Rahman Rahim... Ini karena ulah kami, ya Tuhan... Keserakahan dan ketamakan kami, menghabisi hutanmu tanpa ampun. Mengeksploitasi hasil bumi ciptanmu tanpa henti Tanpa kami memikirkan anak cucu kami yang akan hidup setelah kami.
Tuhan.. Ampuni kami...ampuni kami... Cukuplah pedih dan derita yang kami rasa... Belum hilang dari ingatan ... Puluhan ribu saudara kami dihempas tsunami, meregang nyawa Dan kini..lagi..banjir bandang di Jember menghanyutkan harap Longsor menimbun, meninggalkan luka..
Tuhan.. Masih dalam hitungan hari, tahun yang baru ini kami lalui Masih segar ketika berjuta harap kami tebar... Tapi belum jua kokoh kaki ini berpijak, kami harus terhempas lagi.
Tuhan... Bumi mulai renta tampaknya Berputar pada sumbunya beribu tahun Dieksploitasi tanpa henti
Ah Tuhan... Aku meminta lagi..dan lagi.. Mudahkan mereka, lapangkan maqam mereka, sayangi mereka yang telah berpulang.. tempatkan di sisimu sebaik baiknya Beri kami kesempatan lagi Tuhan... Memperbaiki diri...membenahi hati serakah kami Amien
|