Aku Ningsih, lengkapnya Ningsih Prastya Asih. Entah apa yang menginspirasi kedua orang tuaku untuk memberikan nama itu padaku. Aku berdarah jawa asli, itulah sebabnya aku berkulit gelap, dan belakangan aku tak lagi bisa melihat warna kulitku. Bahkan semuanya....
Aku tersentak, terbangun dalam hayalku tentangmu...dikejutkan suaramu, tanpa mampu menoleh aku masih menundukkan kepala, menyimpan titik bening yang nyaris jatuh. Aku sudah menantimu di sini, ratusan menit yang lalu. Di taman kecil di sudut kompleks perumahan ini kita sering menghabiskan senja, sekedar memberi remah pada ikan-ikan kecil di kolam ini, duduk di bawang angsana, melihat awan dan menebak bentuknya, serta menertawakan angsa yang bercumbu dengan pasangannya. Sayang, semuanya tak dapat aku nikmati lagi, sejak aku kehilangan penglihatanku hampir dua tahun yang lalu. Dan kamu...pergi disaat itu, menyelesaikan studimu di negeri kincir angin.
"Kenapa kau datang lagi, disaat klimaksku melupakanmu?", bisikku masih dalam lirih. Aku tak tau', apa responmu saat itu, yang ku tau kau seperti mendekat duduk menghadap ke arahku, lekat...
"Ning, sungguh aku tak ingin pergi" "kenapa?" "entahlah..." Kami diam...dalam hitungan puluhan menit. Hanya debur ombak di hati kami yang tak mampu dibendung gemuruhnya. "Al..,pergilah..., toh aku tak mampu membiarkan kamu mengasihaniku seperti ini" "Aku tak mampu Ning, bukan karena ibaku, percayalah..." "Tidak Al, buang jauh pikiranmu, kuburlah impian kita dulu". Tegas aku katakan padamu, seperti hendak menutupi dustaku...Aku ingin sekali bersamamu Al... "Ning, apapun yang terjadi, tak kan mampu merubah hatiku, biarkan aku mencintaimu Ning, seperti dulu..." Kenapa di saat seperti ini aku berusaha untuk menepismu, sementara di sisi lain hatiku menginginkanmu... "Aldy...,mengertilah..." "Apa yang harus aku mengerti Ning, aku mencintaimu...sungguh..., apa itu tak cukup buatmu?" "Cukup Al, lebih bahkan...tapi aku bu..", kamu langsung menutup bibirku dengan telunjukmu, seakan tak ingin aku meneruskannya. "Tidak Ning, kamu terlalu sempurna buatku" "Kalaulah saat ini matamu tak lagi mampu melihat, setidaknya hatimu mampu meraba sedalam apa cintaku padamu"
Kembali kami terdiam, dalam ratusan menit...berlalu...
"Aku tak cantik, buta bahkan, dan kamu..." "Cukup Ning..."
Kudengar kamu beranjak, menjauh dari dudukku.
"AKU TAK PERDULI KAMU BUTA, AKU TAK PERDULI...!!!" "AKU MENCINTAIMU ..."
Lantang suaramu, mengejutkan aku... "Apa kamu ingin aku berteriak sekali lagi...biar seluruh penghuni kompleks ini mendengarnya?" Kali ini lirih, hampir tak terdengar. Perlahan, kamu menggamit jemariku, dan aku membiarkannya...sambil berusaha mengatur debur yang menghempas-hempaskan karang hatiku. Kau semat cincin di jari manisku...
"Would you like to marry me, honay?, trust me babe...,no one else accept you," Kau kecup tipis jemariku...
Aku tak mampu berkata...membiarkan butiran bening merambati pipiku, tak hendak aku menyekanya. Aldy...bertahun aku di sini, menantimu penuh harap...dalam detak tak menentu... dalam tanya yang tidak berjawab, dalam waktu yang enggan menunggu... Meski tlah sekuatku mencoba meleburmu menjadi angan... Kini kau datang, membawa cinta yang dulu...tak berkurang, sedikitpun.
"Kamu mau kan...sayang...?" lagi kamu mengagetkan aku. "Aku menginginkanmu, lebih dari sekedar kata, Ning" "Dengan kondisiku seperti saat ini, Al?" "Apapun itu.."
Senja menjelang...mentari beringsut tenggelam... Meninggalkan jingga di ufuk sana... Mengguratkan jawab yang bertahun kunanti ... Aldy berdiri di belakangku, memutar balik kursi rodaku Berdua kami menyusur setapak mungil dengan sungging yang tak lepas bergayut di bibir kami... Meninggalkan taman kecil di sudut kompleks perumahan ini.
"Cinta kan membawaku kembali, Ning" Bisikmu di sela langkah kaki yang membawa kita pulang
"Akupun begitu Al...sejak dulu..tak lekang"
|