Bermukim di lingkungan pabrik sungguh nggak nyaman. Saya yang kebetulan tinggal dekat dengan pabrik gula Madukismo, bukan sekali dua kali saya mengeluhkan polusi udara karena asap pembakaran. Dan bukan hanya saya saja, masyarakat sekitar pabrikpun demikian.
Mereka yang bermukim di sebelah selatan pabrik terganggu dengan bau limbah yang menyengat dan menyesakkan, dan kami yang tinggal sekitar satu kilometer sebelah utara pabrik praktis terganggu dengan asap dan abu sisa pembakaran yang berterbangan dan hinggap di rumah kami. Rumah jadi kotor sekali. Tempat tidur, lantai, perabotan memasak, semuanya...
Pagi hari, saya sapu seluruh ruangan, pulang kerja saya harus menyapu lagi, dan malam hari sebelum tidur kegiatan rutin saya adalah mengepel lantai. Tak cukup dengen ngepel, abu yang bertebaran di tempat tidur bikin badan gatal-gatal. Padahal saya selalu membawa sapu lidi. Sampai-sampai sapu lidinya saya keloni. Duh duh... kalau sudah musim giling tebu begini sengsaralah kami. Musim giling dalam satu tahun hanya enam bulan, tapi..enam bulan itu rasanya lamaaaaa sekali. Jangankan rumah yang jelek seperti rumah kami, rumah yang gede maglong-maglongpun tak luput dari abu yang kuantitasnya tidak bisa dibilang sedikit. Saya pernah membuat surat dan dimuat di kolom pikiran rakyat surat kabar lokal. Tapi nihil. Tetap saja kami setiap enam bulan sekali harus menikmati abu yang berterbangan dan hinggap di rumah dan rongga hidung kami.
Tahun ini Pabrik Gula Madukismo juga menginvestasikan SEBELAS MILIYAR RUPIAH untuk mengganti pan pemasak gula, dari kapasitas 120 hektoliter menjadi 240 hektoliter , dan Sekitar ENAM RATUS JUTA RUPIAH juga disediakan untuk memperbaiki boiler yang rusak akibat gempa. "Diharapkan akhir April selesai sehingga tidak menimbulkan polusi udara lagi ketika proses penggilingan dimulai" (www.kompas.com)
Loh loh..lalu kemana uang sebanyak itu? Kenapa masih saja polusi ? Lihat asap hitam tebal itu...membawa partikel partikel debu. Uhhh..!!!
|